Henry Randall Waite
dalam penerbitan majalah The Citizen dan Civics, tahun 1886,
merumuskan pengertian Civics dengan The Science of citizenship, the
relations of man, the individual, to man in organized collections,
the individual in his relations to the state. Dari
definisi tersebut, Civics dirumuskan dengan ilmu kewarganegraan
yang membicarakan hubungan antar manusia denagtan (A) manusia dalam
perkumpulan-perkumpulan yang terorganisasi (organisasi sosial,
ekonomi, politik); individu-individu dengan Negara. (Sumantri, 2001:
281).
Gerakan
Community Civics pada tahun 1907 yang dipelopori WA Dunn adalah
permulaan darikeinginan lebih fungsionalnya pelajaran (mata kuliah)
tersebut bagi para peserta didik (siswa dan mahasiswa) dengan
menghadapkan mereka kepada lingkungan atau kehidupan sehari-hari
dalam hubungannya dengan ruang lingkup local, nasional maupun
internasional. Gerakan Community Civics ini dimaksudkan pula bahwa
Civics membicarakan pula prinsip-prinsip ekonomi dalam pemerintahan,
usaha-usaha swasta, maupun masalah pekerjaan warga Negara. Hampir
bersamaan dengan timbulnya gerakan Community Civics yang dipelopori
WA Dunn, lahir gerakan yang mirip dengan Community Civics, yaitu
gerakan Civics Education, atau juga disebut Citizenship Education.
Istilah
Pendidian Kewargaan, pada satu sisi identik dengan pendidikan
kewarganegaraan. Namun di sisi lain, istilah Pendidikan kewargaan
secara substantive tidak saja mendidik generasi muda menjadi warga
Negara yang cerdas dan sadar akan hak dan kewajibanya dalam
konteks kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang merupakan
penekanan dalam istilah Pendidikan Kewarganegaraan, melainkan juga
membangun kesiapan warga Negara menjadi warga dunia (global
society). Dengan demikian, orientasi Pendidikan Kewargaan secara
substantive lebih luas cakupannya dari istilah Pendidikan
Kewarganegaraan.
Pendidiikan
Kewargaan semakin menemukan momentumnya pada decade 1990-an dengan
pemahaman yang berbeda-beda. Bagi sebagian ahli, Pendidikan
Kewargaan diidentikkan dengan Pendidikan Demokrasi (democracy
education), Pendidikan HAM (human rights educations) dan Pendidikan
Kewargaan (citizenship educations).
Menurut
Azyumardi Azra, Pendidian Demokrasi secara substantive menyangkut
sosialisasi, disseminasi dan aktualisasi konsep, system, nilai,
budaya dan praktik demokrasi melalui pendidikan. Sedangkan
pendidikan HAM mengandung pengertian sebgai aktifitas
mentransformasikan nilai-nilai HAM agar tumbuh kesadaran akan
penghormatan, perlindunganb dan penjmainan HAM sebagai sesuatu yang
kodrati dan dimiliki setiap manusia. Agar pendidikan HAM mencapai
tujuan, diperlukan beberapa persyaratan sebagai berikut; pertama,
lingkungan kelas harulah demokratis, kedua, pasal-pasal mengenai HAM
tidak dapat diajarkan secara verbalistik, melainkan harus melalui
situasi dan pengalaman yang dikenal oleh peserta didik, ketiga,
system pembelajaran yang dikembangkan adalah system interaktif.
Sementara
itu menurut Zamroni, Pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan
demokorasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat
berpikir kritis dan bertindak demokratis, melalui aktifitas
menanamkan kesadaran kepada generasi baru kesadaran bahwa demokrasi
adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak warga
masyarakat. Demokrasi adalah suatu learning process yang tidak dapat
begitu saja meniru dari masyarakat lain. Kelangsungan demokrasi
tergantung pada kemmapuan mentransformmasikan nilai-nilai demokrasi.
Selain itu,
Pendidikan Kewarganegaraan adalah suatu proses yang dilakukan oleh
lembaga pendidikan di mana seseorang memepelajari orientasi, sikap
dan perilaku politik sehingga yang bersaangkutan memiliki political
knowledge, awereness, attitude, political efficacy dan political
participation serta kemmapuan mengambil keputusan politik secara
rasional dan menguntungkan bagi dirinya juga bagi masyarakat
dan bangsa.
Menurut
Merphin Panjaitan, pendidikan Kewarganegaraan adalah pendidikan
demokirasi yang bertujuan untuk mendidik generasi muda menjadi
warga Negara yang demokratis dan partisipatif melalui suatu
pendidikan yang dialogial. Sementera Soedijarto mengartikan
pendidikan kewarganegaran sebgai pendidikan politik yang bertujuan
untuk membentu peserta didik untuk menjadi warga Negara yang secara
politik dewasa dan ikut serta membangun system politik yang
demokratis.
Dari
definisi-definisi tersebut kiranya dapat diambil kesimpulan,
diharapkan dengan adanya pendidikan kewarganegaraan dapat menolong
para peserta didik untuk (a) mengetahui, memahami dan mengapresiasi
cita-cita nasional, (b) dapat membuat keputusan-keputusan yang
cerdas dan bertanggungjawab dalam berbagai macam masalah seperti
masalah pribadi, masyarakat dan Negara. Mak, pendidikan
kewarganegaraan adalah program pendidikan yang memuat bahasan
tentang masalah kebangsaan, kewarganegaraan dalam hubungannya
dengan Negara, demokrasi, HAM dan masyarakat madani (civil society)
yang dalam implementasinya menerangkan prinsip-prinsip pendidikan
demokratis dan humanis.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar